WHAT'S NEW?
Loading...

Contoh Penerapan Cyber Law Pada Kasus Cyber Crime

Sebagai Negara yang mempunyai landasan hukum yang kuat yaitu undang-undang, Indonesia menjadi salah satu Negara yang berperan aktif dalam memberantas kejahatan di dunia maya (cyber crime). Pihak pemerintah sudah merancang undang-undang yang akan mengatur kejahatan di dunia maya termasuk sangsi yang akan didapatkan si pelaku kejahatan.


       Berikut ini beberapa contoh kasus cyber crime  yang pernah terjadi di Indonesia beserta hukum (undang-undang) yang mengaturnya berikut sangsi yang akan didapatkan si pelaku sebagai balasan dari kejahatan yang telah dilakukannya. Beberapa contoh tersebut antara lain :

1.      Penyebaran foto syur Polwan Lampung (Pornografi)
Oktober 2013, para netizens dihebohkan dengan sebuah foto  syur yang diyakini milik seorang Polwan asal Lampung yang tersebar di internet. Pelaku penyebaran foto tersebut adalah mantan dari Polwan tersebut yang mengaku  sakit hati karena sang kekasih akan menikah dengan orang lain. Foto itu diunggah di situs jejaring social pada 26 Oktober dan sempat menyebar selama 3 jam.

Pada kasus tersebut, modus sasaran serangannya ditujukan kepada perorangan atau individu yang memiliki sifat atau kriteria tertentu sesuai dengan tujuan penyerangan tersebut.

Penyelesaian kasus ini pun berakhir di meja hukum yang berakhir dengan dikenai Pasal 282 KUHP.

Pasal 282 KUHP
Barang siapa menyiarkan, mempertunjukan atau menempelkan di muka umum tulisan, gambar atau benda yang telah diketahui isinya melanggar kesusilaan, atau barang siapa dengan maksud untuk disiarkan, dipertunjukan atau ditempelkan di muka umum, membikin tulisan, gambaran atau benda tersebut, memasukannya ke dalam negeri, meneruskannya, mengeluarkannya dari negeri, atau memiliki persediaan ataupun barangsiapa secara terang-terangan atau dengan mengedarkan surat tanpa diminta, menawarkannya atau menunjukannya sebagai bisa diperoleh, diancam dengan pidana penajara paling lama satu tahun enam bulan atau pidana denda paling tinggi empat ribu lima ratus rupiah.

2.      Terbobolnya website Kepolisian Republik Indonesia (Hacking)
Terjadi pada bulan Mei dan Juni 2011, sebagaian netizens merasa heran dengan perubahan yang terjadi secara tiba-tiba pada website Kepolisian Republik Indonesia, yang momentumnya terjadi berdekatan dengan penangkapan teroris di Jawa Tengah. Spekulasi mulai berkembang dikalangan netizen yang menyatakan bahwa serangan atas website Polri ini dilakukan oleh gembong teroris.

Untuk kasus ini, Pasal 406 KUHP dapat dikenakan pada pelaku yang telah merubah website Kepolisian Repubik Indonesia.

Pasal 406 KUHP
Barang siapa dengan sengaja dan melalwan hukum menghancurkan, merusakkan, membikin tak dapat dipakai atau menghilangkan barang sesuatu yang seluruhnya atau sebagian milik orang lain, diancam dengan pidana penjara paling lama dua tahun delapan bulan atau pidana dengan paling banyak empat ribu lima ratus rupiah.

3.      Pencurian Nomor Kartu Kredit
Pada tahun 2003, pihak kepolisisan berhasil menangkap pelaku yang kebanyakan remaja tanggung dan mahasiswa ini, setelah beberapa kali berhasil melakukan transaksi di internet dengan menggunakan kartu kredit orang lain. Pelaku rata-rata melakukan transaksi tersebut di beberapa warnet yang tersebar di kota Bandung. Mereka (pelaku) bisa bertransaksi dengan menggunakan nomor kartu kredit yang mereka peroleh dari beberapa situs.

Modus kejahatan ini adalah pencurian, karena pelaku memakai kartu kredit orang lain untuk mencari barang yang mereka inginkan di situs lelang. Karena kejahatan yang mereka lakukan, mereka akan dikenakan hukuman sesuai dengan Pasal 378 KUHP tentang penipuan, Pasal 363 tentang pencurian dan pasal 263 tentang pemalsuan indentitas.

Pasal 378 KUHP tentang Penipuan
Barang siapa dengan maksud untuk menguntungkan diri sendiri atau orang lain secara melawan hukum, memakai nama/keadaan palsu dengan tipu muslihat agar memberikan barang membuat uang atau menghapus utang diancam karena penipuan dengan pidana penjara maksimun 4 tahun.

Pasal 363 KUHP tentang Pencurian
1)      Diancam dengan pidana penjara paling lama tujuh tahun :
1.    Pencurian ternak
2.    Pencurian pada waktu ada kebakaran, letusan, banjir, gempa bumi, atau gempa laut, gunung meletus, kapal karam, kapal terdampar, kecelakaan kereta api, huru-hara, pemberontakan atau bahaya perang.
3.    Pencurian di waktu malam dalam sebuah rumah atau pekarangan tertutup yang ada rumahnya, yang dilakukan oleh orang yang ada di situ tidak diketahui atau tidak dikehendaki oleh yang berhak.
4.    Pencurian yang dilakukan oleh dua orang atau lebih
5.    Pencurian yang untuk masuk ke tempat melakukan kejahatan, atau untuk sampai pada barang yang diambil, dilakukan dengan merusak, memotong atau memanjat, atau dengan memakai kunci palsu, perintah palsu atau pekaian jabatan palsu.
2)      Jika pencurian yang diterangkan dalam butir 3 disertai dengan salah satu hal dalam butir 4 dan 5, maka diancam dengan pidana penjara paling lama Sembilan tahun.

Pasal 263 tentang Pemalsuan Indentitas
Barang siapa membuat surat palsu atau memalsukan surat, yang dapat menimbulkan suatu hak, perikatan atau suatu pembebasan hutang, atau yang diperuntukan sebagai bukti daripada sesuat hal dengan maksud untuk memakai atau menyuruh orang lain memakai surat tersebut seolah-olah isinya benar dan tidak dipalsu, diancam, jika pemakaian tersebut dapat menimbulkan kerugian, karena pemalsuan surat, dengan pidana penjara paling lama enam tahun.

4.      Asusila dalam Media Elektronik
Aktor Tora Denang Sudiro (Tora Sudiro) dan Darius Sinathrya, mendatangi Sentra Pelayanan Kepolisian Polda Metro Jaya untuk membuat laporan penyebaran dan pendistribusian gambar atau foto hasil rekayasa yang melanggar kesusilaan di media elektronik.

Baik Tora maupun Darius telah sama-sama mengetahui adanya foto rekayasa adegan syur sesama jenis, sejak beberapa tahun yang lalu, namun tidak membuat laporan mengenai foto yang telah mencemarkan nama baik keduanya. Namun kini, foto tersebut semakin tersebar luas dan semakin mengganggu kehidupan privasi keduanya.

Lewat penuturan, Kasubdit Cyber Crime Ditreskrimsus Polda Metro Jaya, AKBP Audie Latuheru, dapat diketahui bahwa berdasarkan penyidikan sementara, disimpulkan jika foto tersebut merupakan rekayasa atau editan.

“Kami akan mencoba menulusuri siapa yang mengedit dan memposting gambar itu pertama kali. Ini diedit kira-kira 3 tahun yang lalu, tahun 2010. Kesulitan melacak memang ada, karena terkendala waktu yang sudah cukup lama. Jika pelaku tertangkap, ia bakal dijerat Pasal 27 ayat (1) juga Pasal 45 jo. Ayat (1) UU RI 2008, tentang Informasi dan Transaksi Elektronik”tegasnya.

Pasal 27 Ayat (1)
1)      Setiap orang dengan sengaja dan tanpa hak mendistribusikan dan/atau mentrasmisikan dan/atau membuat dapat diaksesnya informasi elektronik dan/atau dokumen elektronik yang memiliki muatan yang melanggar kesusilaan.

Pasal 45 jo Ayat (1) UU RI 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik
Setiap orang yang memenuhi unsur sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 ayat (1), ayat (2), ayat (3), atau ayat (4) dipidana dengan pidana penjara paling lama 6 (enam) tahun dan atau denda paling banyak Rp 1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah).

5.      Pencemaran Nama Baik Ahmad Dhani oleh Farhat Abbas
Dilansir dari merdeka.com, kasus pencemaran nama baik Ahmad Dhani dengan tersangka Farhat Abbas bakal memasuki babak baru. Setelah melalui proses penyelidikan, berkas kasusnya sudah dilimpahkan ke kejaksaan.
Sebelum Farhat Abbas dilaporkan karena menulis berbagai tweet yang cenderung menyerang Ahmad Dhani. Meski beberapa kali disebut mencoba meminta maaf, kasus ini masih terus diproses di meja hukum.
Ahmad Dhani melaporkan kasus pencemaran nama baik ke Polda Metro Jaya pada tanggal 3 Desember 2013 silam. Dhani melaporkan aktivitas di dunia maya Farhat (twitter) melalui akun @farhatabbaslaw. Pengacara tersebut dianggap kerap melakukan serangan personal kepad Hmad Dhani dankeluarganya. Termasuk terkait dengan anak Ahmad Dhani, Dul yang mengalami kecelakaan maut hinggamenyebabkan 7 korban meninggal.
Mantan suami Nia Daniai itu ditetapkan sebagai tersangka karena melanggar Pasal 27 ayat 3 junto, Pasal 45 UU ITE serta Pasal 310 dan 311 KUHP tentang Penccemaran nama baik.

Sumber :

Perkembangan Cyber Law di Indonesia

Tidak mudah untuk menentukan seperti apa cyber law yang paling pas untuk Indonesia. Sejauh ini memang tidak pernah ada UU maupun landasan hukum lain yang dapat dikatakan pas bagi suatu negara. Namun setidaknya kita bisa mencari yang paling sesuai, paling tidak mendekati kata “pas” itu tadi.

Inisiatif untuk membuat cyber law di Indonesia sudah dimulai sebelum tahun 1999. Focus utama waktu itu adalah pada “paying hukum” yang generic dan sedikit mengenai transaksi elektronik. Pendekatan “payung” ini dilakukan agar ada sebuah basis yang dapat digunakan oleh undang-undang dan peraturan lainnya. Karena sifatnya yang generik, diharapkan rancangan undang-undang tersebut cepat diresmikan dan kita bisa maju ke yang lebih spesifik. Namun pada kenyataannya hal ini tidak terlaksana.


Namun ternyata dalam perjalanannya ada beberapa masukan sehingga hal-hal lain pun masuk ke dalam rancangan “cyberlaw” Indonesia. Beberapa hal yang mungkin masuk antara lain adalah hal-hal yang terkait dengan kejahatan di dunia maya (cybercrime), penyalahgunaan penggunaan komputer, hacking, membocorkan password, electronic banking, pemanfaatan internet untuk pemerintahan (e-government) dan kesehatan, masalah HaKI, penyalahgunaan nama domain, dan masalah privasi. Penambahan isi disebabkan karena belum ada undang-undang lain yang mengatur hal ini di Indonesia sehingga ada ide untuk memasukkan semuanya ke dalam satu rancangan. Nama dari RUU ini pun berubah dari Pemanfaatan Teknologi Informasi, ke Transaksi Elektronik, dan akhirnya menjadi RUU Informasi dan Transaksi Elektronik. Di luar negeri umumnya materi ini dipecah-pecah menjadi beberapa undang-undang. Ada satu hal yang menarik mengenai rancangan cyberlaw ini yang terkait dengan teritori. Misalkan seorang cracker dari sebuah negara Eropa melakukan pengrusakan terhadap sebuah situs di Indonesia. 

Dapatkah hukum kita menjangkau sang penyusup ini? Salah satu pendekatan yang diambil adalah jika akibat dari aktivitascrackingnya terasa di Indonesia, maka Indonesia berhak mengadili yang bersangkutan. Apakah kita akan mengejar cracker ini ke luar negeri? Nampaknya hal ini akan sulit dilakukan mengingat keterbatasan sumber daya yang dimiliki oleh kita. Yang dapat kita lakukan adalah menangkap cracker ini jika dia mengunjungi Indonesia. Dengan kata lain, dia kehilangan kesempatan / hak untuk mengunjungi sebuah tempat di dunia. Pendekatan ini dilakukan oleh Amerika Serikat.

Sumber :
  1. Sitompul, Josua. 2012. Cyberspace Cybercrime Cyberlaw Tinjauan Aspek Hukum Pidana. Jakarta : PT Tatanusa.

Komponen Cyber Law

Cyber law memiliki beberapa komponen yaitu :

a.  Tentang yuridiksi hukum dan aspek-aspek terkait. Komponen ini menganalisa dan menentukan keberlakuan hukum yang berlaku dan diterapkan di dalam duni maya itu sendiri.
b. Tentang landasan penggunaan internet sebagai sarana untuk melakukan kebebasan berpendapat yang berhubungan dengan tanggung jawab pihak yang menyampaikan, aspek accountability, tanggung jawab dalam memberikan jasa online, dan penyedia jasa internet (internet provider), serta tanggung jawab hukum bagi peyedia jasa pendidikan melalui jaringan internet.
c.   Tentang aspek hak milik intelektual dimana adanya aspek tentang paten, merek dagang rahasia yang diterapkan serta berlaku di dalam dunia maya.
d. Tentang aspek kerahasiaan yang dijamin oleh ketentuan hukum yang berlaku di masing-masing yuridiksi negara asal dari pihak yang mempergnunakan atau memanfaatkan dunia maya sebagai bagian dari sistem atau mekanisme jasa yang mereka lakukan.
e.       Tentang aspek hukum yang menjamin keamanan dari setiap pengguna internet.
f.       Tentang ketentuan hukum yang memformulasikan aspek kepemilikan dalam internet sebagai bagian dari nilai investasi yang dapat dihitung sesuai dengan prinsip-prinsip keuangan atau akuntansi.
g.  Tentang aspek hukum yang memberikan legalitas atas internet. Sebagai bagian dari perdagangan atau bisnis usaha.

Sumber :
  1. Sitompul, Josua. 2012. Cyberspace Cybercrime Cyberlaw Tinjauan Aspek Hukum Pidana. Jakarta : PT Tatanusa.


Perangkat Hukum Cyber Law

Agar pembentukan perangkat perundang-undangan tentang teknologi informasi mampu mengerahkan segala aktivitas dan transaksi didunia cyber sesuai dengan standar etik dan hukum yang disepakati maka proses pembuatannya diupayakan sebagai berikut :

1.      Menetapkan prinsip-prinsip dan pengembangan teknologi informasi antara lain :
a.       Melibatkan unsure yang terkait (pemerintah, swasta, profesional).
b.      Menggunakan pendekatan moderat untuk mensistensikan prinsip hukum konvensional dan norma hukum baru yang akan terbentuk.
c.       Memperhatikan keunikan dari dunia maya.
d.      Mendorong adanya kerjasama internasional mengingat sifat internet yang global.
e.       Menempatkan sector swasta sebagai leader dalam persoalan yang menyangkut industry dan perdagangan.
f.       Pemerintah harus mengambil peran dan tanggung jawab yang jelas untuk persoalan yang menyangkut kepentingan publik.
g.      Aturan hukum yang akan dibentuk tidak bersifat restriktif melainkan harus direktif dan futuristic. 

         2. Melakukan pengkajian terhadap perundang-undangan nasional yang memiliki kaitan                            langsung maupun tidak langsung dengan munculnya persoalan hukum akibat transaksi di                    internet, seperti UU hak cipta, UU merk, UU perlindungan konsumen, UU penyiaran dan                    telekomunikasi, UU perseroan terbatas, UU penanaman modal asing, UU perpajakan, hukum              kontrak, hukum pidana dan lain-lain.

Cyber Law

Hukum pada prinsipnya merupakan pengaturan terhadap sikap tindakan (prilaku) seseorang dan masyarakat dimana akan ada sangsi bagi yang melanggar. Begitupun dengan cyber crime yang diatur oleh pemerintah melalui perundang-undangan (cyber law) yang di sesuaikan dengan tindakan kejahatan yang terjadi.
       
   Cyber law merupakan aspek hukum yang ruang lingkupnya meliputi setiap aspek yang berhubungan dengan orang perorangan atau subyek hukum yang menggunakan dan memanfaatkan teknologi internet yang dimulai pada saat online dan memasuki dunia cyber atau maya.

Pengertian Cyber Law

Cyber law dapat didefinisikan sebagai seperangkat aturan hukum yang diberlakukan untuk menggulangi perbuatan melawan hukum yang dilakukan dengan menggunakan teknologi internet (cyber crime).

Menurut Dugal dalam bukunya Cyberlaw The Indian Perspective (2002) menyatakan bahwa “Cyber law adalah istilah generik, yang mengacu pada semua aspek hukum dan peraturan dari internet dan world wide wide. Apapun yang bersangkutan atau terkait dengan atau berasal dari setiap aspek hukum atau isi-isu tentang kegiatan dari netizens (warga internet) dan lain-lan”.
    
    Di dalam bukunya, Dugal juga menyatakan bahwa hukum siber adalah istilah umum yang menyangkut semua aspek legal dan peraturan internet dan juga wold wide web. Hal apapun yang berkaitan atau timbul dari aspek legal atau hal-hal yang berhubungan dengan aktivitas para pengguna internet aktif dan juga yang lainnya di dunia siber, dikendalikan oleh hukum siber 

Ruang Lingkup Cyber Law
Menurut Jonathan Rosenoer dalam Cyber Law, the law of internet mengatakan tentang ruang lingkup dari cyber law diantaranya ::
a.       Hak cipta (copy right)
b.      Hak merk (Trademark)
c.       Pencemaran nama baik (Dafamation)
d.      Fitnah, penistaan, penghinaan (Hate speach)
e.       Serangan terhadap fasilitas komputer (Hacking, viruses, illegal access)
f.       Pengaturan sumber daya internet seperti IP Address, domain name
g.      Kenyamanan individu (privacy)
h.      Prinsip kehati-hatian (Dut care)
i.        Tindakan kriminal biasa yang menggunakan TI sebagai alat
j.        Isu procedural seperti yuridiksi, pembuktian, penyelidikan dan lain-lain
k.      Kontrak atau transaksi elektronik dan tanda tangan digital
l.        Pornografi
m.    Pencurian melalui internet
n.      Perlindungan konsumen
   Pemanfaatan internet dalam aktivitas keseharian seperti e-commerce, e-government, e-education dan lain-lain

Sumber :
  1. M. Dikdik, Arief Mansur dan Elisatris Gultom. 2005. Cyber Law : Aspek Hukum Teknologi Informasi. Bandung : Refika Aditama.
  2. Sitompul, Josua. 2012. Cyberspace Cybercrime Cyberlaw Tinjauan Aspek Hukum Pidana. Jakarta : PT Tatanusa.


Pengaturan Cyber Crime dalam Perundang-undangan Indonesia

Sistem perundang-undangan di Indonesia belum mengatur secara khusus mengenai kejahatan komputer termasuk cyber crime. Mengingat terus meningkatnya kasus-kasus cyber crime di Indonesia yang harus segera dicari pemecahan masalahnya maka beberapa perarturan baik yang terdapat di dalam KUHP maupun di luar KUP untuk sementara dapat diterapkan terhadap beberapa kejahatan berikut ini :

a.     Illegal Access (akses secara tidak sah terhadap sistem komputer)
Perbuatan melakuakn akses tidak secara tidak sah terhadapsistem komputer belum diatur secara jelas di dalam sistem perundang-undangan di Indonesia. Untuk sementara waktu, pasal 22 UURI No 36 tahun 1999 tentang Telekomunikasi dapat diterapkan. Pasal 22 UURI menyatakan “Setiap orang dilarang meakukan perbuatan tanpa hak, tidak sah, atau memanipulasi : akses kejaringan telekomunikasi, akses ke jasa telekomunikasi, akses ke jaringan telekomunikasi khusus.”
Pasal 50 UU telekomunikasi memberikan ancaman pidana terhadap barang siapa yang melanggar ketentuan Pasal 22 UU telekomunikasi dengan pidana penjara paling lama 6 (enam) tahun dan/atau denda paling banyak Rp 600.000.000  (enam ratus juta rupiah).

b.    Data Interface (mengganggu data komputer) dan System interface (mengganggu sistem komputer)
Pasal 30 UU telekomunikasi belum dapat menjangkau perbuatan data interfaceI maupun system interface yang dikenal dengan cyber crime. Jika perbuatan data interface dan system interface tersebut mengakibatkan kerusakan pada komputer. Maka, Pasal 406 ayat (1) KUHP dapat diterapkan terhadap perbuatan tersebut.

c.     Illegal interception in the computer, system and computer network operation (intersepsi secara tidak sah terhadap oprasional komputer, sistem, dan jaringan komputer)
Pasal 40 UU telekomunikasi dapat diterapkan terhadap jenis perbuatan intersepsi ini. Pasal 56 UU telekomunikasi memberikan ancaman pidanan terhadap barang siapa yangmelanggarketentuan pasal 40 tersebut dengan pidana penjara paling lama 15 (lima belas) tahun.

d.    Data thief (pencurian data)
Perbuatan melakukan pencurian data sampai saat ini tidak ada pengaturan secara khusus, bahkan di Amerika Serikat sekalipun. Pada kenyataannya, perbuatan illegal access yang mendahului perbuatan data thief yang dilarang atau jika data thief diikuti dengan kejahatan lainnya, barulah ia menjadi suatu kejahatan bentuk lainnya, misalnya data leakage and espionage dan identity thief and fraud. Pencurian data merupakan suatu perbuatan yag telah mengganggu hak pribadi seseorang, terutama jika sipemilik data tidak menghendaki ada orang lain yang mengambil atau bahkan sekedar membaca data tersebut. Jika para ahli hukum sepakat menganggap bahwa perbuatan ini dapat dimasukan sebagai perbuatan pidana, maka untuk sementara waktu Pasal 326 KUHP dapat diterapkan.

e.     Data Leakage and Espionage (membocorkan data dan memata-matai)
Perbuatan membocorkan dan memata-matai data atau informasi yang berisi tentang rahasia negara diatur di dalam Pasal 112, 113, 114, 115 dan 116 KUHP.
Pasal 323 KUHP mengatur tentang pembukuan rahasia perusahaan yang dilakukan oleh orang dalam. Sedangkan perbuatan membocorkan data rahasia perusahaan dan memata-matai yang dilakukan oleh orang luar perusahaan dapat dikenakan Pasal 50 jo, Pasal 22, Pasal 51 jo, Pasal 29 ayat (1), dan Pasal 57 jo, Pasal 42 ayat (1) UU telekomunikasi.

f.     Misue of Devices (penyalahgunaan peralatan komputer)
Perbuatan Misue of Devices pada dasarnya bukanlah merupakan suatu perbuatan yang berdiri sendiri, sebab biasanya perbuatan ini akan diikuti dengan perbuatan melawan hukum lainnya. Sistem perundang-undangan di Indonesia belum ada yang secara khusus mengatur dan mengacam perbuatan ini dengan pidana. Hal ini tidak menjadi persoalan, sebab yang perlu diselidiki adalah perbuatan melawan hukum apa yang mengikuti perbuatan ini. Ketentuan yang dikenakan bisa perupa pernyataan (Pasal 55 KUHP), pembantuan (Pasal 56 KUHP) ataupun langsung diancam dengan ketentuan yang mengatur tentang perbuatan melawan hukum yang menyertainya.

g.    Kredit card Fraud (penipuan kartu kredit)
Penipuan kartu kredit merupakan perbuatan penipuan biasa yang menggunakan komputer dan kartu kredit yang tidakk sah sebagai alat dalam melakukan kejahatannya sehingga perbuatan tersebut dapat diancam dengan Pasal 378 KUHP. 

h.    Bank Fraud (penipuan bank)
Penipuan bank dengan menggunakan komputer sebagai alat melakukan kejahatan dapat diancam dengan Pasal 362 KUHP atau Pasal 387 KKUHP, tergantung dari modus operandi perbuatan yang dilakukannya.
i.      Service Offerd Fraud (penipuan melalui penawaran suatu jasa)
Penipuan melalui penawaran jasa merupakan perbuatan penipuan biasa yang menggunakan komputer sebagai salah satu alat dalam melakukan kejahatan sehingga dapat diancam dengan Pasal 378 KUHP.
j.      Identity Thieft and Fraud (pencurian identitas dan penipuan)
Pencurian identitas yang diikuti dengan melakukan kejahatan penipuan dapat diancam dengan Pasal 362 KUHP atau Pasal 378 KUHP, tergantung dari modus oprandi yang dilakukannya.
k.      Computer-related Betting (perjudian melalui komputer)
Perjudian memalui komputer merupakan perbuatan melakukan perjudian biasa yang menggunakan komputer sebagai alat dalam operasionalisasinya sehingga perbuatan tersebut dapat diancam dengan Pasal 303 KUHP.

Permasalahan dalam Penyidikan Terhadap Cyber Crime

Hambatan-hambatan yang ditemukan di dalam proses penyidikan terhadap cyber crime antara lain :
a.    Kemampuan penyidik
Secara umum penyidik Polri masih sangan minim dalam hal penguasaan oprasional komputer dan pemahaman terhadap hacking komputer serta kemampuan melakukan penyidikan terhadap kasus-kasus seperti itu. Beberapa factor yang sangat berpengaruh adalah, kurangnya penyidik dalam menangani kasus-kasus cyber crime, tidak ada satu orangpun yang pernah mendapat pendidikan secara khusus untuk melakukan penyidika terhadap kasus cyber crime. 
b.    Alat bukti
Persoalan alat bukti yang dihadapi di dalam penyidikan terhadap cyber crimeantara lain berkaitan dengan karakteristik kejahatan cyber crime itu sendiri, yaitu :
·      Sasaran atau media cyber crime adalah data dan atau sistem komputer atau sistem internet yang sifatnya mudah diubah, dihapus, atau disembunyikan oleh pelakunya. Oleh Karen itu, ada sistem komputer atau internet yang berhubungan dengan kejahatan tersebut harus direkam sebagai bukti dari kejahatan yang telah dilakukan. Permasalahan timbul berkaitan dengan kedudukan media alat rekaman (recorder) yang belum diakui KUHP sebagai alat bukti yang sah.
·      Kedudukan saksi korban dalam cyber crime sangat penting disebabkan cyber crime sering kali dilakukan hampir-hampir tanpa saksi. Di sisi lain, saksi korban seringkali berada jauh di luar negeri sehingga menyulitkan penyidik melakukan pemeriksaan saksi dan pemberkasan hasil penyidikan.
c.    Fasilitas komputer forensik
     Untuk membuktikan jejak-jejak para hacker, cracker dan phreacker  dalam melakukan aksinya terutama yang berhubungan dengan program-program dan data-data omputer, sarana Porli belum memadai karena belum ada komputer forensik. Fasilitas ini deperlukan untuk mengungkap data-data digital serta merekam dan menyimpan bukti-bukti berupa soft copy (gambar, program dan sebagainya). Dalam hal ini Polri masih belum mempunyai fasilitas komputer forensik yang memadai.